Rabu, 30 November 2011

BAB II


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.            Hasil Belajar
2.1.1.   Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah tujuan standar kompetensi dan kompetensi dasar tercapai. Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan tersebut guru perlu perlu mengadakan tes formatif setiap selesai menyajikan satu bahasan materi kepada siswa. Penilaian formatif ini untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai tujuan standar kompetensi dasar yang ingin dicapai.
Hasil belajar peserta didik pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik (Nana Sudjana, 2001:30). Perubahan sebagai hasil proses dapat di tunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, kecakapan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.
Gagne (dalam Sudjana, 2001:2), membagi tiga macam hasil belajar yakni (1) kemampuan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengertian, (3) sikap dan cita-cita. Sedangkan Benyamin Bloom mengklasifikan hasil belajar yang secara garis besar dibagi menjadi tiga (3) ranah sebagai berikut :
         1.         Ranah Kognitif
Berkenaan dengan sikap hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam (6) aspek yaitu : ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.


         2.         Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima (5) aspek yaitu : penerimaan, jawabaan atau reaksi, penelitian, organisasi, dan internalisasi.
         3.         Ranah Psikomotoris
Berkenaan dengan hasil belajar kemampuan dan kemampuan bertindak.
2.1.2.   Indikator Keberhasilan
Yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap berhasil adalah sebagai berikut :
       a.            Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai hasil tinggi baik secara individu maupun kelompok.
      b.            Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa, baik secara individu maupun kelompok.
2.1.3.   Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan
            Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut :
         a.          Faktor dari Dalam
Faktor dari dalam adalah kondisi individu atau anak yang belajar itu sendiri. Faktor individu dapat dibedakan menjadi dua bagian :
                        1.         Kondisi Fisiologis Anak, secara umum kondisi fisiologis seperti kesehatan yang prima, tidak dalam kondisi capek, tidak cacat jasmani, dan lain sebagainya akan sangat membantu dalam proses dan hasil belajar.
                        2.         Kondisi Psikologis Anak, faktor – faktor psikologis yang akan mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut :
Ø  Minat, minat akan sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar
Ø  Kecerdasan, berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan yang erat antara IQ dengan hasil belajar di sekolah. Korelasi antara IQ dengan hasil belajar biasanya berkisaran sekitar 0,25. Ini berarti bahwa 25 % hasil belajar di sekolah dapat di jelaskan dari IQ
Ø  Bakat, disamping IQ, bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar siswa. Belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat akan memperbesar kemungkinan hasil usahanya itu
Ø  Motivasi, adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi, motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar
Ø  Kemampuan Kognitif, walaupun diakui bahwa tujuan pendidikan yang berarti juga tujuan belajar itu meliputi tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Namun, tidak dapat diingkari bahwa pengukuran kognitif masih diutamakan untuk menentukan keberhasilan seseorang
        b.          Faktor dari Luar
Faktor dari luar terdiri dari dua bagian penting, yakni :
                        1.         Faktor Environmental Input (Lingkungan)
Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik/alam dan lingkungan sosial.


                        2.         Faktor Instrumental
Dari Luar
Kurikulum
Kondisi Fisiologis Umum
Sosial
Program/Bahan
Kurikulum
Environmental
Guru
Motivasi
Sarana dan Prasarana
Instrumental
Minat
Kecerdasan
Bakat
Kondisi Panca Indera
Kemampuan Kognitif
Fisiologis
Psikologis
Dari Luar
FAKTOR
Alam
Faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor instrumental ini dapat berupa faktor keras (hardwere) seperti gedung perlengkapan belajar, alat – alat praktikum, perpustakaan, dan lain sebagainya. Sedangkaan faktor lunak (softwere) seperti kurikulum, bahan/program, pedoman – pedoman pembelajaran dan lain sebagainya. Secara gambar dapat disusun dalam bentuk diagram berikut :














Gambar 2.1.3
Faktor yang mempengaruhi hasil belajar
2.2.            Cooperative Learning
2.2.1.   Definisi Cooperative Learning
Cooperative Learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Slavin (1995) yang dikutip dari buku Cooperative Learning karangan Isjoni (2007) mengemukakan “in Cooperative Learning methods, student work together in four member teams to master material initially presented by the teacher”. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4 – 6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.
Anita Lie (2000) menyebut Cooperative Learning dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Istilah Cooperative Learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Menurut Johnson & Johnson (1994) yang dikutip dari buku Cooperative Learning karangan Isjoni (2007) Cooperative Learning adalah pengelompokan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerjasama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.
2.2.2.   Tujuan Cooperative Learning
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama dengan siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa dan guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.
Cooperative Learning dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong menolong dalam beberapa perilaku sosial. Tujuan utama dalam penerapan model Cooperative Learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.
2.2.3.   Teori Cooperative Learning
Sebagai model pembelajaran yang sistematis yang mengelompokan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang efektif. Cooperative Learning mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis. Davidson dan Warsham (2003) yang dikutip dari buku Cooperative Learning karangan Isjoni (2007) mengemukakan :
Cooperative Learning adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil. Siswa belajar dan bekerjasama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Karena itu, Cooperative Learning didasarkan kepada teori-teori perkembangan kognitif, perlakuan, dan persandaran sosial”.

Teori-teori perkembangan kognitif adalah berasaskan pada teori Piaget dan Vygotski (Slavin, 1995) yang dikenal sebagai “Piaget Konstruktivism Kognitif” dan “Vygotski Konstruktivism Social”. Menurut Coburn (1993) dan Derry (1992) yang dikutip dari buku Cooperative Learning karangan Isjoni (2007), konstruktivisme adalah cabang dari pada kognitivisme. Johnson & Johnson (1998) yang dikutip dari buku karangan Isjoni menyatakan teori Piaget dan Vygotski berasaskan kepada premis, apabila individu bekerjasama atas persekitarnya, konflik sosio kognitif akan berlaku dan akan mewujudkan ketidakseimbangan kognitif dan seterusnya mencetuskan perkembangan kognitif.

2.2.4.   Karakteristik Cooperative Learning
Pada hakikatnya Cooperative Learning sama dengan kerja kelompok, oleh sebab itu banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam Cooperative Learning, karena mereka telah menganggap terbiasa menggunakannya. Walaupun Cooperative Learning merupakan kerja kelompok tapi tidak setiap kerja kelompok itu Cooperative Learning.
Bennet (1995) yang dikutip dari Cooperative Learning karangan Isjoni (2007) menyatakan ada 5 (lima) unsur dasar yang dapat membedakan Cooperative Learning dengan kerja kelompok yaitu :
         1.         Positive Interpedence, yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya
         2.         Interaction Face to Face, adalah interaksi yang langsung terjadi antara siswa tanpa ada perantara
         3.         Adanya tanggungjawab pribadi mengenai materi pembelajaran dalam anggota kelompok
         4.         Membutuhkan keluwesan
         5.         Meningkatkan keterampilan bekerjasama dalam memecahkan masalah (proses kelompok)

2.2.5.   Model-Model Cooperative Learning
Untuk memilih model yang tepat, maka perlu diperhatikan relevansi dengan pencapaian tujuan pengajaran. Dalam prakteknya semua model pembelajaran bisa dikatakan baik jika memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :
Pertama           : Semakin kecil upaya yang dilakukan guru dan semakin besar aktivitas belajar siswa maka hal itu semakin baik
Kedua             : Semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan siswa belajar juga semakin baik
Ketiga             :  Sesuai dengan belajar siswa yang dilakukan
Keempat          : Dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru
Kelima             : tidak ada satu pun metode yang paling sesuai untuk segala tujuan, jenis materi, dan proses belajar mengajar yang ada
Dalam Cooperative Learning terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan yaitu :
         1.         Student Teams Achievement Division (STAD)
         2.         Teams Game Tournament (TGT)
         3.         Number Head Together (NHT)
         4.         Jigsaw
         5.         Dan lain-lain

2.3.            Student Teams Achievement Division (STAD)
2.3.1.   Definisi Student Teams Achievement Division (STAD)
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4 – 5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.

2.3.2.   Komponen Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)
STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu :
         1.         Presentasi kelas. Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau diskusi pelajaran yang di pimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka dalam mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka
         2.         Tim. Tim terdiri dari 4–5 siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khusus lagi adalah untuk mempersiapkan anggotannya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan.
tim adalah fitur yang paling penting dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik untuk membantu anggotanya. Tim ini memberikan dukungan kelompok bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran, dan itu adalah untuk memberikan perhatian dan respek yang mutual yang penting untuk akibat yang dihasilkan seperti hubungan antarkelompok, rasa harga diri, penerimaan terhadap siswa-siswa mainstream.

         3.         Kuis. Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua periode praktek tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggungjawab secara individual untuk memahami materinya.
         4.         Skor Kemajuan Individu. Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dicapai mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi point yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha mereka yang terbaik. Tiap siswa diberikan skor “awal”, yang diperoleh dari kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.
         5.         Rekognisi Tim. Tim akan mendapat atau bentuk penghargaan lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu.

2.3.3.   Tahap Pembelajaran Tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
         1.         Tahap Persiapan
Guru dalam tahap ini mempersiapkan materi berikut perangkat pengajaran termasuk lembar kerja siswa (LKS), soal kuis, dan metode pengajaran.
Pembagian kelompok diatur berdasarkan skor awal (Slavin, 1995:75) masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 orang dengan prestasi yang bervariasi, jenis kelamin dan ras yang berbeda. Guru menjelaskan bahwa tugas utama tim adalah membantu anggota untuk menguasai materi dan mempersiapkan kuis serta setiap anggota hendaknya berusaha untuk memperoleh nilai yang baik karena prestasi individu akan berpengaruh besar terhadap kelompok.

         2.         Tahap Penyajian Materi
Sebelum pembelajaran guru terlebih dahulu menginformasikan kepada siswa tujuan yang hendak dicapai, prasyarat yang harus dimiliki. Penyajian materi dilakukan secara klasikal. Dalam menyajikan materi pelajaran, beberapa hal yang harus diperhatikan guru :
                         a.      Mengembangkan materi pelajaran sesuai dengan apa yang dipelajari siswa dalam kelompok
                        b.      Menekankan kepada siswa bahwa belajar adalah memahami makna bukan hafalan
                         c.      Mengontrol pemahaman siswa sesering mungkin
                        d.      Memberikan penjelasan tentang benar atau salahnya jawaban dari suatu pertanyaan
Setelah siswa memahami permasalahan, selanjutnya beralih pada materi berikutnya


         3.         Tahap Kegiatan Kelompok
Dalam tahap ini siswa mempelajari materi dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru berupa LKS. Dalam kegiatan kelompok siswa saling membantu, berbagi tugas. Setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas kelompoknya. Peran guru dalam tahap ini sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok
         4.         Tahap Pelaksanaan Tes Individu
Setelah materi dipelajari dan dibahas secara berkelompok, siswa diberi tes dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar yang telah dicapai. Pada penelitian ini tes individu dilaksanakan setiap selesai pembelajaran pada tiap siklus. Tes dikerjakan selama 15 – 30 menit. Hasil tes digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan untuk perolehan skor kelompok
         5.         Tahap Perhitungan Skor Perkembangan Individu
Skor perkembangan individu dihitung berdasarkan selisih perolehan tes sebelumnya (skor awal) dengan tes akhir. Berdasarkan skor awal, setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang diperolehnya.
Menurut Slavin (2009 : 159) pemberian skor kemajuan individu dapat dilihat pada tabel dibawah ini.




Tabel 2.3.3
Pemberian Skor Perkembangan Individu
Skor Tes
Nilai Perkembangan
Keterangan
Lebih dari 10 poin dibawah skor awal
5
Kurang
10 poin hingga 1 poin dibawah skor awal
10
Cukup
Skor awal sampai 10 poin diatasnya
20
Baik
Lebih dari 10 poin diatas skor awal
30
Sangat Baik
Nilai sempurna (tidak didasarkan skor awal)
30
Sangat Baik


         6.         Tahap Penghargaan Kelompok
Perhitungan skor kelompok dihitung dengan cara menjumlahkan tiap perkembangan skor individu dibagi jumlah anggota kelompok. Berdasarkan rata-rata nilai perkembangan tersebut, ditetapkan tiga tingkat pengharagaan kelompok, yaitu :
a.       Kelompok dengan rata-rata paling tinggi, sebagai kelompok Super Team
b.      Kelompok dengan rata-rata tinggi ketiga, sebagai kelompok Great Team
c.       Kelompok dengan rata-rata tinggi kedua, sebagai kelompok Good Team

2.3.4.      Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Tipe STAD
Dalam suatu pembelajan yang diterapkan tentunya ada aspek kelebihan dan aspek kekurangan dari penerapan metode pembelajaran yang diterapkan.
1.             Kelebihan Pembelajaran Tipe STAD
                     a.            meningkatkan pencurahan waktu pada tugas;
                    b.            rasa harga diri menjadi lebih tinggi;
                     c.            memperbaiki kehadiran;
                    d.            penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar;
                     e.            perilaku mengganggu menjadi lebih kecil;
                     f.            konflik antar pribadi berkurang;
                    g.            sikap apatis berkurang;
                    h.            motivasi lebih besar atau meningkat;
                      i.            hasil belajar lebih tinggi;
                      j.            meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.

1.             Kekurangan Pembelajaran Tipe STAD
a.              Adanya ketergantungan negatif bagi siswa yang malas
b.             Siswa yang berkemampuan tinggi merasa dirugikan
c.              Sulitnya memberikan pemahaman kepada anggota tim yang berkemampuan kurang
d.             Penilaian berdasarkan kemajuan seluruh anggota tim
e.              Siswa berkemampuan tinggi belum tentu mempunyai nilai yang tinggi karena penilaian berdasarkan akumulasi nilai tes anggota tim
f.              Pembelajaran harus dengan waktu yang cukup lama
g.             Adanya perilaku acuh dari siswa yang berkemampuan tinggi
h.             Tim terdiri dari anggota tim yang berkemampuan heterogen




2.4.           Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
2.4.1.      Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Dalam bahasa Inggris penelitian tindakan kelas (PTK) diartikan dengan Classroom Action Research (CAR). Namanya sendiri sebetulnya sudah menunjukkan isi yang terkandung di dalamnya. Oleh karena ada tiga kata yang membentuk pengertian tersebut, maka ada tiga pengertian pula yang dapat diterangkan.
       1.           Penelitian – kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan metodelogi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu dari suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.
       2.           Tindakan – sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu, yang dalam penelitian ini berbentuk rangkaian siklus kegiatan.
       3.           Kelas – dalam hal ini tidak terikat pada ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik. Seperti yang sudah lama dikenal dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang dimaksud dengan istilah kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula.
Memang menurut pengertian lama, – tetapi  salah –, kelas adalah sebuah ruangan tempat guru mengajar dan untuk siswa yang sedang belajar. Untuk melumpuhkan pengertian yang salah dan dipahami secara luas oleh umum dengan “ruang tempat guru mengajar” tersebut, perlu ada penjelasan yang lebih rinci. Menurut pengertian pengajran, kelas bukan wujud ruangan, tetapi sekelompok peserta didik yang sedang belajar.
Dengan menggabunngkan batasan pengertian tiga kata inti tersebut, yaitu (1) penelitian, (2) tindakan, (3) kelas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajarberupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan kegiatan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.

2.4.2.      Sifat dan Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan tugas dan tanggungjawab guru terhadap kelasnya. Meskipun menggunakan kaidah penelitian ilmiah, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) berbeda dengan penelitian formal akademik pada umumnya. Menurut Ibnu (dalam Zainal Aqib : 2007), sifat – sifat khusus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah sebagai berikut.
Tabel 2.4.2.
Sifat – sifat Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
No.
Masalah Penelitian
Dari Guru (Aktual)
Bukan dari Guru
1
Peneliti utama
Guru
Guru hanya sebagai pendamping/pembantu
2
Desain penelitian
Lentur / fleksibel
Formal dan kaku
3
Analisis data
Segera / seketika
(Mungkin) ditunda
4
Format laporan
Sesuai kebutuhan
Formal dan kaku
5
Manfaat penelitian
Jelas dan langsung
Tidak langsung/tidak jelas


Ditinjau dari karakteristiknya, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) setidaknya memiliki karakteristik antara lain :
1.             Didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional
2.             Adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya
3.             Peneliti sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi
4.             Bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktik instruksional
5.             Dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus

2.4.3.      Prinsip – Prinsip Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Dalam buku Zainal Aqib (2007), menurut Hopkins ada 6 prinsip dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu sebagai berikut :
1.              Pekerjaan utama guru adalah mengajar, dan apapun metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang diterapkan seyogianya tidak mengganggu komitmennya sebagai pengajar.
2.              Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga berpeluang mengganggu proses pembelajaran.
3.              Metodologi yang digunakan harus reliable, sehingga memungkinkan guru mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta memperoleh data yang dapat digunakan untuk menjawab hipotesis yang dikemukakannya.
4.              Masalah program yang diusahakan oleh guru seharusnya merupakan masalah yang cukup merisaukan, dan bertolak dari tanggungjawab professional.
5.              Dalam menyelenggarakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), guru harus selalu bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap proses dan prosedur yang berkaitan dengan pekerjaannya.
6.              Dalam pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sejauh mungkin harus digunakan class room excerding perspective, dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas dan atau mata pelajaran tertentu, melainkan perspektif misi sekolah secara keseluruhan.

Sedangkan menurut Suharsimi (2008 : 6-12), dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) harus memperhatikan prinsip-prinsip penelitian tindakan sebagai berikut.
1.             Kegiatan Nyata dalam Situasi Rutin, penelitian tindakan dilakukan oleh peneliti tanpa mengubah situasi rutin; baik waktu, jadwal yang sudah ada.
2.             Adanya Kesadaran Diri untuk Memperbaiki Kinerja, didasarkan atas filosofi setiap manusia suka atas hal – hal yang statis, tetapi selalu menginginkan sesuatu yang lebih baik. Dengan demikian, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bersifat dinamis, dilakukan terus-menerus sampai tujuan tercapai.
3.             SWOT sebagai Dasar Berpijak, dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) harus dimulai dengan melakukan analisis SWOT, terdiri atas unsur – unsur S-Strength (kekuatan), W-Weaknesses (kelemahan), O-Opportunity (kesempatan), T-Threat (ancaman). Empat hal tersebut dilihat dari sudut guru yang melaksanakan maupun siswa yang dikenai tindakan.
4.             Upaya Empiris dan Sistematis, merupakan penerapan dari prinsip ketiga yaitu SWOT; berarti sudah mengikuti prinsip empiris (terkait dengan pengalaman) dan sistematis, berpijak pada unsur-unsur yang terkait dengan keseluruhan sistem yang terkait dengan objek yang sedang digarap.
5.              Ikuti Prinsip SMART dalam Perencanaan, SMART merupakan singkatan dari lima huruf yaitu :
S   -      Specific, khusus tidak terlalu umum
M -      Managable, dapat dikelola, dilaksanakan
A  -      Acceptable, dapat diterima lingkungan, atau
            Achievable, dapat dicapai, dijangkau
R  -      Realistic, operasional, tidak diluar jangkauan
T  -      Time – bound, diikat oleh waktu, terencana

2.4.4.      Tujuan dan Manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu cara yang strategis bagi guru untuk memperbaiki layanan kependidikan yang harus diselenggarakan dalam konteks pembelajaran di kelas dan peningkatan kualitas program sekolah secara keseluruhan. Hal itu, dapat dilakukan mengingat tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran di kelas secara berkesinambungan. Tujuan ini “melekat” pada diri guru dalam menunaikan misi profesinal kependidikan.
Manfaaat yang dapat dipetik jika guru mau dan mampu melaksanakan penelitian tindakan kelas itu terkait denngan komponen pembelajaran, antara lain :
1.             Inovasi pembelajaran
2.             Pengembangan kurikulum di tingkat sekolah dan di tingkat kelas
3.             Peningkatan profesionalisme guru

2.4.5.      Jenis – Jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Terdapat empat (4) jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yaitu sebagai berikut :
1.             Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Diagnostik
Ialah penelitian yang dirancang dengan menuntun peneliti kearah suatu tindakan. Dalam hal ini peneliti mendiagnosis dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar penelitian. Sebagai contoh : apabila peneliti berupaya menangani perselisihan, perkelahian, konflik yang dilakukan antar siswa yang terdapat di suatu sekolah atau kelas dengan cara mendiagnosis situasi yang melatarbelakangi situasi tersebut.
2.             Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Partisipan
Ialah apabila peneliti terlibat langsung di dalam proses penelitian sejak awal sampai akhir dengan hasil penelitian yang berupa laporan. Dengan demikian, sejak perencanaan penelitian peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencatat, dan mengumpulkan data, lalu menganalisis data serta berakhir dengan melaporkan hasil penelitiannya.


3.             Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Empiris
Ialah apabila peneliti berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan membukukan apa yang dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsipnya proses penelitiannya berkenaan dengan penyimpanan catatan dan pengumpulan pengalaman peneliti dalam pekerjaan sehari-hari.
4.             Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Eksperimental
Ialah apabila Penelitian Tindakan Kelas (PTK) diselenggarakan dengan berupaya menerapkan berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatan belajar-mengajar.  Di dalam kaitannya dengan kegiatan belajar-mengajar, dimungkinkan terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang diterapkan untuk mencapai suatu tujuan instruksional.

2.4.6.      Model – Model Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Ada beberapa model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang sampai saat ini sering digunakan di dalam dunia pendidikan, diantaranya :
1.             Model Kurt Lewin
Kurt adalah orang pertama yang memperkenalkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang menyatakan bahwa dalam satu siklus terdiri atas empat (4) langkah, yaitu :
a)             Perencanaan (Planning),
b)             Aksi atau Tindakan (Acting),
c)             Observasi (Observing), dan
d)            Refleksi (Reflecting) (Lewin, 1990).
Perencanaan


                              Refleksi                                                     Aksi


                                                            Observasi
Gambar 2.4.6. (a)
Empat langkah dalam PTK menurut Kurt Lewin

2.             Model Stephen Kemmis dan Robbin Mc Taggart
Model yang dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan Robbin Mc Taggart tampak masih begitu dekat dengan model yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin. Dikatakan demikian, oleh karena di dalam satu siklus terdiri atas empat komponen tindakan seperti Kurt Lewin, yaitu : Perencanaan (Planning), Aksi atau Tindakan (Acting), Observasi (Observing), dan Refleksi (Reflecting).
Hanya saja, sesudah suatu siklus selesai diimplementasikan, khususnya sesudah adanya refleksi, kemudian diikuti dengan adanya prencanaan ulang yang dilaksanakan dalam bentuk siklus tersendiri. Demikian seterusnya, atau dengan beberapa kali siklus.



3.             Model Dave Ebbut
Sesudah Dave Ebbut mempelajari model-model PTK yang dikemukakan para ahli PTK sebelumnya, dia berpendapat bahwa model-model PTK yang ada seperti yang diperkenalkan oleh Kemmis, John Elliot, Mc Taggart, dan sebagainya dipandang sudah cukup bagus.
Karena Dave Ebbut merasa tidak puas dengan adanya model-model PTK yang hadir sebelumnya, kemudian dia memperkenalkan model PTK yang disusunnya sendiri, sebagai berikut :
Survei
Rencana Keseluruhan
Tindakan 1
Ide umum yang diubah
Survei
Keseluruhan baru
Tindakan 2, dsb
Keseluruhan yang sudah direvisi
Tindakan 2, dsb
Pilihan
Tindakan 2, dsb
atau
Ide Umum
Mengubah ide umum
Keseluruhan yang sudah direvisi
Monitoring dan Survei
atau
 











Gambar 2.4.6. (b)
Riset Aksi Model Dave Ebbut

4.             Model John Elliot
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) model John Elliot ini tampak lebih detail dan rinci, karena dalam setiap siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi, yaitu antara tiga sampai lima aksi (tindakan). Sementara itu, setiap aksi kemungkinan terdiri beberapa langkah (step), yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar.
Survei (penemuan fakta dan analisis
Pengaruh dan Implementasi Monitor
Implementsi Tindakan 1
Rencana Umum
Tindakan 1
Tindakan 2
Tindakan 3
Survei (menjelaskan kegagalan terhadap implementasi dan efek)
Revisi Ide Umum
Pengaruh dan Implementasi Monitor
Implementsi langkah selanjutnya
Rencana yang di ubah
Tindakan 1
Tindakan 2
Tindakan 3
Survei (menjelaskan kegagalan terhadap implementasi dan efek)
Revisi Ide Umum
Pengaruh dan Implementasi Monitor
Implementsi langkah selanjutnya
Rencana yang di ubah
Tindakan 1
Tindakan 2
Tindakan 3
Survei (menjelaskan kegagalan terhadap implementasi dan efek)
SIKLUS 1                    SIKLUS 2                    SIKLUS 3



















        




Gambar 2.4.6. (c)
Riset Aksi Model John Elliot
2.4.7.      Objek Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Objek dari penelitian tindakan kelas harus merupakan sesuatu yang aktif dan dapat dikenai aktivitas, bukan objek yang sedang diam atau tanpa gerak. Objek tersebut adalah sebagai berikut :
1.             Unsur Siswa, dapat dicermati objeknya ketika siswa yang bersangkutan sedang asyik mengikuti proses pembelajaran di kelas/ lapangan/ laboratorium/ bengkel, maupun ketika sedang asyik mengerjakan pekerjaan rumah dengan serius, atau ketika mereka sedang mengikuti kerja bakti di luar sekolah.
2.             Unsur Guru, dapat dicermati ketika yang bersangkutan sedang mengajar di kelas, terutama cara guru memberi bantuan kepada siswa, ketika sedang membimbing siswa yang sedang berdarma-wisata, atau ketika guru sedang mengadakan kunjungan ke rumah siswa.
3.             Unsur Materi Pelajaran, dapat dicermati ketika guru sedang mengajar atau sebagai bahan yang ditugaskan kepada siswa.
4.             Unsur Peralatan atau Sarana Pendidikan, meliputi peralatan, baik yang dimiliki oleh siswa secara perorangan, peralatan yang disediakan oleh sekolah, ataupun peralatan yang disediakan dan digunakan di kelas dan laboratorium.
5.             Unsur Hasil Pembelajaran, yang ditinjau dari tiga ranah yaitu hasil belajar secara kognitif, afektif, dan psikomotorik.  Yang dijadikan titik tujuan yang harus dicapai siswa melalui pembelajaran, baik susunan maupun tingkat pencapaian. Dikarenakan hasil belajar merupakan produk yang harus ditingkatkan, pasti terkait dengan tindakan unsur lain.
6.             Unsur Lingkungan, baik lingkungan siswa di kelas, sekolah, maupun yang melingkupi siswa di rumahnya. Dalam penelitian tindakan, bentuk perlakuan atau tindakan yang dilakukan adalah mengubah kondisi lingkungan menjadi lebih kondusif.
7.             Unsur Pengelolaan, yang jelas-jelas merupakan gerak kegiatan sehingga mudah diatur dan direkayasa dalam bentuk tindakan.
   
2.5.           Statistika
Statistika adalah ilmu yang berhubungan dengan pengumpulan data, perhitungan atau pengolahan data, serta penarikan kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh.
2.5.1.      Penyajian Data
Data adalah kumpulan datum, dimana datum merupakan fakta tunggal.
Populasi adalah jumlah keseluruhan atau himpunan subjek, objek, atau sesuatu yang ada, dengan ciri yang sama.
Sampel adalah himpunan bagian atau bagian dari populasi.
Adapun penyajian data dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
                       1.         Dengan Tabel
                       2.         Dengan Diagram, terdiri atas :
a.       Diagram gambar
b.      Diagram batang
c.       Diagram garis
d.      Diagram lingkaran

2.5.2.      Ukuran Pemusatan Data
Ukuran pemusatan data terdiri atas :
a.       Rata-rata atau Mean ( )
b.      Modus (Mo) adalah nilai data yang paling sering muncul
c.       Median (Me) adalah nilai tengah dari suatu data yang terurut
2.5.3.      Ukuran Penyebaran Data
a.       Jangkauan (J) adalah selisih dari data terbesar dengan data terkecil
b.      Kuartil (Q) adalah ukuran data terurut yang membagi empat sama besar. Terdiri dari kuartil bawah (Q1), kuartil tengah/median (Q2), dan kuartil atas (Q3)
=
                       
Qi        = Kuartil ke-
                        i           = 1, 2, 3
                        n          = Banyaknya data (ganjil)

           
=

Qi        = Kuartil ke-
                        i           = 1, 2, 3
                        n          = Banyaknya data (genap)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar